Beranda | Artikel
Bahaya Nafsu Bagi Pemiliknya
Selasa, 5 November 2024

Bahaya Nafsu Bagi Pemiliknya adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Al-Bayan Min Qashashil Qur’an. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abu Ya’la Kurnaedi, Lc. pada Senin, 2 Jumadil Awal 1446 H / 4 November 2024 M.

Kajian Tentang Bahaya Nafsu Bagi Pemiliknya

Dalam kisah Nabi Yusuf ‘Alaihis Salam, terdapat beberapa pelajaran berharga atau minhah, yakni anugerah yang Allah berikan kepada beliau. Salah satunya adalah ketika Nabi Yusuf keluar dari penjara dan diberi kedudukan tinggi di sisi raja, setelah bertahun-tahun dipenjara tanpa kesalahan yang dilakukannya. Nabi Yusuf menunjukkan kesabaran dalam menghadapi ujian ini, hingga akhirnya Allah memberikan jalan keluar yang penuh kehormatan.

Dari Nabi Yusuf, kita dapat mengambil dua pelajaran penting:

Pertama, bahaya nafsu bagi pemiliknya

Setiap manusia memiliki nafsu, dan penting untuk memahami sifat serta bahayanya. Dalam Al-Qur’an, Allah menyebutkan bahwa nafsu terbagi menjadi tiga tingkatan, yaitu:

An-Nafs al-Muthma’innah (jiwa yang tenang)

Ini adalah tingkatan nafsu tertinggi, jiwa yang damai dan tenang, senantiasa taat kepada Allah, menghindari maksiat, serta menjalani amal-amal shalih di atas keimanan. Mengenai nafsu ini, Allah berfirman:

يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ ‎﴿٢٧﴾‏ ارْجِعِي إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً ‎﴿٢٨﴾‏ فَادْخُلِي فِي عِبَادِي ‎﴿٢٩﴾‏ وَادْخُلِي جَنَّتِي ‎﴿٣٠﴾‏

“Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Rabbmu dengan hati yang ridha dan diridhai. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku.” (QS. Al-Fajr [89]: 27–30)

Jiwa yang tenang, akan membawa pemiliknya menuju surga Allah.

An-nafsu al-lawwamah (nafsu yang mencela)

Allah berfirman dalam surah Al-Qiyamah:

لَا أُقْسِمُ بِيَوْمِ الْقِيَامَةِ ‎﴿١﴾‏ وَلَا أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ ‎﴿٢﴾

“Aku bersumpah demi hari kiamat, dan Aku bersumpah demi jiwa yang selalu mencela (dirinya sendiri).” (QS. Al-Qiyamah [75]: 1-2)

Para ulama menjelaskan bahwa an-nafsu al-lawwamah ini adalah nafsu yang berada di antara kebaikan dan keburukan. Kadang ia mengajak pada kebaikan dan ketaatan, namun kadang tergelincir pada perbuatan maksiat. Nafsu ini sering kali mencela diri sendiri, menyesali perbuatan buruk, namun kemudian kembali mengulanginya.

An-nafsu al-ammarah bis-su’ (nafsu yang selalu memerintahkan keburukan)

Nafsu ini disebutkan dalam perkataan istri Al-Aziz yang berkata:

وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي ۚ إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي…

“Dan aku tidak menyatakan diriku bebas (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada keburukan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku.” (QS. Yusuf [12]: 53)

Jenis nafsu ini selalu mengajak pada perbuatan buruk dan maksiat. Nafsu ini merupakan keburukan dan kecelakaan bagi pemiliknya, yang cenderung bermalas-malasan dalam ibadah dan lebih memilih kepuasan hawa nafsu. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengajarkan doa untuk berlindung dari pengaruh buruk nafsu ini:

وَنَعُوْذُ بالله مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا

“Kami berlindung kepada Allah dari keburukan nafsu-nafsu kami, dan dari kejahatan perbuatan kami.” (HR. Abu Dawud)

Selain itu, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga sering berdoa:

وَلاَ تَكِلْنِيْ إِلَى نَفْسِيْ طَرْفَةَ عَيْنٍ

“Dan jangan Engkau serahkan urusanku kepada diriku walaupun sekejap mata tanpa mendapat pertolongan dari-Mu.” (HR. Al-Hakim)

Lihat: Dzikir Pagi

Kedua, orang yang bertaubat akan diterima taubatnya

Orang yang bertaubat akan diterima taubatnya dan diampuni dosanya oleh Allah. Ini adalah pelajaran berharga yang dapat kita ambil dari kisah istri Al-Aziz yang menggoda Yusuf ‘Alaihis Salam. Dari pengakuan dan taubatnya, kita belajar bahwa setiap orang yang melakukan maksiat seharusnya sadar dan segera kembali kepada Allah.

Allah Ta’ala berfirman:

فَإِنِّي قَرِيبٌ

“… maka sesungguhnya Aku dekat…” (QS. Al-Baqarah [2]: 186)

Kata qarib dalam bahasa Arab berarti “dekat” atau “segera.” Ketika disebutkan “qarib” atau “anqarib,” artinya adalah sesuatu yang terjadi dalam waktu dekat.

Setiap orang yang bermaksiat hendaknya menyadari dan bangkit dari keterpurukannya, kemudian kembali kepada Allah dengan bertaubat secepat mungkin. Allah Ta’ala berfirman:

وَإِنِّي لَغَفَّارٌ لِمَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا ثُمَّ اهْتَدَى

“Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi siapa saja yang bertaubat, beriman, beramal shalih, kemudian tetap berada di jalan yang benar.” (QS. Thaha [20]: 82)

Allah menegaskan bahwa Dia Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertaubat, beriman, dan beramal shalih. Demikian pula dalam Surah At-Taubah:

…ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ لِيَتُوبُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ

“… kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat, Maha Penyayang.” (QS. At-Taubah [9]: 118)

Wahai orang yang bermaksiat, segeralah bertaubat kepada Allah dengan taubat nasuha sebelum datangnya kematian, yang waktunya tak dapat dipastikan. Apakah itu 40 tahun lagi, 10 tahun lagi, atau bahkan hanya dalam hitungan hari atau malam. Tidak ada yang bisa menjamin hidup kita sampai besok; karena itu, penting bagi kita untuk segera bertaubat kepada Allah dengan sungguh-sungguh sebelum terlambat.

Bagaimana penjelasan lengkapnya? Simak dan download mp3 kajian yang penuh manfaat ini.

Download MP3 Kajian


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/54673-bahaya-nafsu-bagi-pemiliknya/